Kamis, 24 April 2014

Saya Mendukung Jokowi jadi Presiden RI.. Tapi Tidak Sekarang

Jokowi Saat Kampanye, 2012

 

Biasanya saya nggak mau ngomentari politik. Yah, merasa nggak ada manfaatnya buat diri saya sendiri. Tapi kali ini saya mau curhat tentang Pak Jokowi yang sangat saya kagumi (walaupun dalam hati, tidak pernah dituliskan di media sosial milik sendiri ~ hey, it ryhmes!), yang sudah mendeklarasikan diri sebagai capres dari PDI-P di Pemilu 2014.

Tapi akhirnya saya menulis tentang ini karena seseorang mendukung saya untuk menyuarakan pendapat saya ini. Plus, saya warga Jakarta yang akan mendapatkan pengaruh dari apapun yang gubernur (dan wakil gubernurnya) lakukan, jadi saya merasa berhak mengeluarkan opini ini.

First of all, saya harus bilang bahwa saya tidak benci Jokowi, saya sangat menghormati sosoknya. Saat saya ke Solo urusan menulis buku tahun 2013, saya mendengar sendiri dari warga kecil di Solo testimoni mereka tentang Jokowi, bahwa dia memang sosok yang sangat dicintai rakyatnya. Perubahan yang ia lakukan di Solo itu memang benar kelihatan & diapresiasi rakyatnya, bukan cuma pencitraan media aja. Sejak saat itu saya yakin bahwa beliau memang benar sosok yang merakyat & dicintai rakyatnya.

Kemudian saat memimpin Jakarta bersama wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bulan-bulan pertamanya terlihat sangat meyakinkan. Sepak terjangnya, seperti yang diliput media, menimbulkan harapan baru bagi warga Jakarta, dengan gebrakan-gebrakan yang sebagian besar ditanggapi positif, bahwa kota ini akan menjadi tempat yang lebih layak untuk ditinggali. Ya, saya dan warga Jakarta yang lain sangat  berharap kepada Jokowi dan Ahok agar Jakarta berubah.

Beberapa bulan kemudian, entah siapa yang memulai, media mulai merilis hasil dari lembaga survei ang menunjukkan keterpilihan figur Jokowi untuk menjadi calon presiden. Kemudian survei demi survei berikutnya terus dirilis, popularitas beliau terus menanjak naik. Opini publik seperti digiring untuk mengatakan, “Jokowi adalah calon pemimpin terbaik yang ditunggu-tunggu Indonesia.Read More…

Ini Caranya Supaya Percaya Diri Ngobrol dalam Bahasa  Inggris 

 Conversation in english

Siapa pernah berbicara dengan native english speaker, alias orang bule beneran? Bagaimana rasanya pertama kali ngobrol dengan bule?

Saya tidak akan lupa, saat itu tahun 2009, saya di semester terakhir saya di kampus. Saya membantu pelaksanaan WordCamp Indonesia, kumpul2nya pecinta WordPress yang pertama kalinya di Indonesia. Saat itu kita mengundang Matt Mullenweg, Founder dari WordPress ke Indonesia!

Saya diajak oleh mas Valent Mustamin, organizer acara tersebut, untuk menjemput Matt di bandara Soekarno Hatta. Dalam perjalanan menuju bandara, saya gelisah sekali. Deg-degan. Keringat dingin. Nanti gw ngomong apa sama Matt? 

Iya, saya belum pede cas-cis-cus dalam bahasa inggris.

Saya belum pede ngobrol bahasa inggris, padahal..

Novel Teka Teki Terakhir, Salah Satu yang Terbaik yang Pernah Saya Baca!


Saya mau membuat pengakuan jujur. Walaupun saya amat sangat suka membaca, saya tidak suka membaca novel. Sedikiit sekali saya novel yang pernah saya baca, itu pun hanya yang best seller nasional atau internasional. Beberapa di antaranya seperti Laskar Pelangi, 5 cm, The Alchemist, salah satu buku Harry Potter, saking sedikitnya saya sampai tidak ingat yang lain, hahaha. Mengapa? Hmm, masalah preferensi saja. Saya jauh lebih suka membaca buku-buku non-fiksi.
Sampai pada akhirnya bulan lalu, sebuah judul novel baru mengusik perhatian saya. “Teka Teki Terakhir“, karya dari Annisa Ihsani. Ia adalah salah seorang teman dekat saya, kami satu SMA dan satu jurusan kuliah. Memang, rasanya akan sangat jahat untuk tidak membeli dan mengapresiasi karya pertama kali seorang teman dekat. Tapi bukan itu yang membuat saya akhirnya memutuskan membeli buku Teka Teki Terakhir ini. Apa saja alasannya?

 

hy. gw -faiq abdul kadir algadri-